Pada hari Minggu, 26 Februari 2023, Google merayakan seorang legenda musik Indonesia, Didik Prasetyo atau lebih dikenal sebagai Didi Kempot, dengan menghadirkan gambar layar utamanya di mesin pencarian atau Google Doodle. Didi Kempot, yang dikenal sebagai “Godfather of Broken Hearts,” telah diakui sebagai salah satu seniman terkemuka dalam musik campursari Jawa. Kini, mari kita simak lebih lanjut tentang perjalanan hidup seorang seniman yang inspiratif ini.
Didi Kempot Dari Kelompok Pengamen Trotoar Hingga Penyanyi Kelas Dunia
Didi Kempot dilahirkan dari keluarga seniman di Surakarta, Indonesia pada Desember 1966. Ayah dan saudara laki-lakinya adalah seorang komedian, sementara ibunya adalah seorang penyanyi tradisional Jawa. Pada usia 18 tahun, Didi Kempot bersama teman-temannya membentuk sebuah band jalanan yang dikenal dengan nama Kelompok Pengamen Trotoar, dan mereka mulai mencari nafkah di jalanan Surakarta dan Jakarta.
Meskipun hidup sulit, Didi Kempot tidak pernah berhenti menulis dan membawakan beberapa lagu terbaiknya, seperti “We Cen Yu”, “Cidro” (Patah Hati), “Moblong-Moblong” (Terlubang-lubang), dan “Podo Pintere” (Sama Cerdik). Meskipun begitu, keberuntungan belum berpihak kepadanya, karena sebagian besar kaset yang ia kirim ke studio rekaman tidak pernah dilirik oleh produser rekaman.
Namun, Didi Kempot tidak pernah menyerah pada mimpinya, dan akhirnya dia mendapatkan terobosan besar pada tahun 1989 ketika ia menandatangani kontrak dengan label musik. Single hit pertamanya, “Cidro”, menjadi sangat populer di Belanda dan Suriname, dua negara dengan diaspora Jawa yang besar. Lagu ini juga membuka jalan bagi musik campursari untuk merambah pasar arus utama.
Penggemar Setia Dari Berbagai Kalangan
Didi Kempot adalah seorang musisi yang produktif. Sejak memulai kariernya, dia telah menulis lebih dari 700 lagu. Meskipun begitu, beberapa lagu yang ia tulis bertemakan patah hati dan kehilangan. Dalam beberapa tahun terakhir, musik campursari Kempot telah mengalami kebangkitan popularitas di kalangan generasi muda, terutama dari komunitas yang menyebut diri mereka sebagai “Sad Boys” dan “Sad Girls” yang tergabung dalam komunitas Sobat Ambyar.
Didi Kempot mendapatkan julukan “Godfather of Broken Hearts” karena beberapa lagu-lagunya yang menceritakan tentang kesedihan dan kisah patah hati. Dia sengaja memilih tema tersebut karena ia ingin dekat dengan masyarakat dan karena rata-rata orang pernah mengalaminya. Itu juga menjadi alasan mengapa ia menggunakan nama-nama tempat sebagai judul atau lirik lagunya.
Kini, Didi Kempot telah menjadi ikon budaya Indonesia yang sangat dihormati. Meskipun telah meninggal dunia pada tahun 2020, warisan musiknya tetap hidup dan terus menginspirasi banyak orang. Di masa kini, ada banyak seniman muda yang terinspirasi oleh musik dan cerita hidup Didi Kempot.
Banyak dari mereka yang menyanyikan kembali lagu-lagu klasik Didi Kempot dengan gaya mereka sendiri, menciptakan aransemen baru untuk lagu-lagu tersebut. Selain itu, beberapa seniman juga menciptakan lagu baru dengan tema yang sama seperti lagu-lagu Didi Kempot.
Kemunculan komunitas “Sad Boys” dan “Sad Girls” juga menjadi fenomena yang menarik. Mereka tergabung dalam komunitas Sobat Ambyar, sebuah komunitas yang didedikasikan untuk menghormati warisan musik Didi Kempot dan menyebarluaskan pesan-pesan cinta dan kesedihan yang disampaikan dalam lagu-lagu Didi Kempot.
Dalam era digital saat ini, pengaruh Didi Kempot juga semakin meluas. Dalam wawancara sebelumnya, Didi Kempot menyatakan bahwa dia ingin musiknya dapat diakses oleh semua orang di seluruh dunia. Dalam hal ini, Google Doodle yang menampilkan Didi Kempot sebagai gambar layar utama di mesin pencarian tentu menjadi pengakuan yang luar biasa untuk seniman ini.
Meskipun Didi Kempot telah tiada, karya-karyanya akan terus dikenang dan dihormati oleh banyak orang. Ia telah menjadi inspirasi bagi banyak seniman muda untuk terus berkarya dan memberikan warna baru dalam dunia musik Indonesia. “Godfather of Broken Hearts” akan selalu dikenang sebagai sosok yang memiliki jiwa seni yang besar dan telah memberikan banyak kontribusi bagi budaya Indonesia. Referensi Artikel: referensia.id